Rabu, 25 Juni 2014

Anak Orang Gila

Ku Gila karenaMu

Manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna karena ia memiliki akal. Melalui akal tersebut, manusia dapat berfikir, berkreasi dan berimajinasi.
Setiap manusia pasti memiliki angan-angan, pemikiran positif dan pemikiran negatif. Seperti cerpen yang berjudul “Anak Orang Gila” karya Shoim Anwar. Cerpen yang menceritakan seorang lelaki yang memiliki istri dari anak orang gila yang kemudian lelaki itu takut jika nanti istrinya atau keturunannya mengalami hal yang sama dengan bapak mertuanya. Namun, ketakutan yang ia rasakan terlebih ketika sang istri hamil hingga melahirkan bayi yang sehat justru membuatnya mengalami gangguan jiwa (gila) seperti bapak mertuanya.
Tiga hal yang terdapat dalam teori psikoanalisis, yakni ID, Ego dan Superego. Pada cerpen “Anak Orang Gila” karya Shoim Anwar ID berupa pemikiran tokoh Aku. Ketakutan akan memiliki istri atau anak yang gila sangat besar sehingga ia berfikir ingin mengakhiri semuanya.
“Mendengar berita kehamilan itu ketakutan saya mulai tumbuh kembali, bahkan semakin ganas”.
“suatu ketika saya bermaksud meninggalkan Rani. Saya akan minggat. Pernah pula terlintas saya akan bunuh diri. Biarlah segalanya tuntas. Niat semacam itu akhirnya kandas. Minggat tanpa sebab artinya pengecut dan tidak bertanggung jawab. Bunuh diri harus saya jauhi karena takut berdosa dan menunjukkan keciutan nalar. Ada yang bilang bunuh diri itu mendahului kehendak Tuhan.”

Tokoh aku yang memiliki pemikiran buruk mengenai istri dan anaknya yang berpotensi mengalami gangguan jiwa atau gila akhirnya mampu meredam pemikiran itu meskipun hanya dalam jangka waktu yang singkat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketakutan yang dialami tokoh aku sangat besar. Terbukti dari kutipan berikut
“sebaliknya, dengan tumbuhnya kandungan Rani yang semakin besar, tubuh saya menjadi semakin kurus. Saya selalu bersedih, nasi yang saya makan terasa pasir, air yang saya minum terasa kerikil, dan tidur pun terasa dilempari batu. Ini berarti bertambah besar kandungan Rani bertambah besar pula kandungan yang saya pikul.”

Ketakutan yang sangat kuat tersebut menghasilkan pemikiran buruk kembali.
“Rencana selanjutnya pun timbul. Saya akan membujuk Rani agar dia mau minum obat penggugur kandungan yang telah saya beli secara diam-diam. Bila ia tak mau, ia akan saya ajak ke rumah mbah Siti, dukun pijat yang pandai menggugurkan kandungan. Berhari-hari rencana besar itu saya pikirkan. Pada suatu pagiperlahan-lahan saya bangkit dari renungan. Rencana semalam untuk menggugurkan kandungan Rani saya buang ke kali dan hilang disikat arus air. Beberapa kapsul penggugur kandungan itu saya remas-remas, lalu saya hamburkan ke air. Ternyata pengguguran kandungan yang sudah bernyawa itu sama dengan membunuh. Ah, saya takut berdosa lagi. Bukankah tiap-tiap manusia punya hak untuk hidup?”

Semua angan-angan (ID) yang terdapat dalam otak tokoh aku terkalahkan oleh Egonya. Apapun rencana buruk yang akan ia laksanakan demi tidak memiliki keturunan gila kandas oleh hati nuraninya. Hingga akhirnya ketika anaknya lahir dengan selamat, tak lama tokoh aku menjadi gila seperti bapak mertuanya. Terbukti pada cuplikan berikut
“dia sekarang menjadi gila seperti mertuanya”, kata seorang perempuan setengah berbisik-bisik kepada temannya yang kebetulan lewat di jalan itu.”
Tuhan memberikan cobaan pada umatnya melalui berbagai cara. Setiap cobaan yang diberikan Tuhan pasti ada jalan keluar dan ada hikmah yang dapat dipetik.
Jika kita mengalami kesulitan, maka Tuhan adalah tempat pelarian terbaik. Berserah diri dan tetap berpikir positif adalah salah satu kunci memperoleh ketenangan rohani ketika kita dilanda kebimbangan.


Surat Terakhir

Dunia Masa Lalu

Cinta dapat memberikan bermacam perasaan dalam diri manusia. Senang, sedih, bahkan seseorang juga bisa hilang kesadaran gara-gara cinta.
Banyak cara yang dapat dilakukan seseorang untuk mengungkapkan rasa cinta pada orang yang dicintainya. Meskipun cinta itu sebatas pada masa lalu. Setiap orang pasti memiliki masa lalu termasuk dalam hal asmara. Pengungkapan perasaan cinta dapat dilakukan secara langsung atau secara sembunyi-sembunyi. Seperti yang dilakukan tokoh “Aku” pada cerpen yang berjudul “Surat Terakhir” karya M. Shoim Anwar.
Tokoh “Aku” dalam cerpen tersebut masih sangat mencintai mantannya meskipun ia dan sang mantan sudah memiliki keluarga masing-masing. Cara yang dilakukan tokoh “Aku” dalam mencintai masa lalunya adalah dengan menyimpan surat-surat dan foto yang berhubungan dengan mantannya yang bernama Susmia. Ia sering membaca kembali surat-surat dan terkadang melihat-lihat serta membayangkan limabelas tahun yang lampau ketika ia dan Susmia menjalin hubungan “pacaran”. Seperti pada kutipan berikut
…”Ayo cepat bubuk,” bocah berusia empat tahun itu kutidurkan. Kutepuk-tepuk punggungnya. Dia tertidur. Setelah itu kubaca surat-surat Susmia yang lain. Semua sudah lusuh, bahkan jejak lipatan-lipatan surat itu ada yang hamper putus karena terlalu sering dibuka dan dilipat. Foto Susmia pun aku lihat, aku amati bagian demi bagian. Terakhir kucium foto itu, seperti aku mencium Susmia limabelas tahun lampau.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa sebenarnya tokoh “Aku” masih mencintai mantannya yang bernama Susmia itu. Namun, keadaan tidak memungkinkan mereka untuk bersama karena mereka sudah sama-sama memiliki keluarga. Sehingga yang bisa ia lakukan hanya menikmati sejenak dunia masa lalunya bersama Susmia melalui angan-angan.
“Dari mana sampeyan tahu kerjaku di sini?” Tanya Susmia ketika kutelepon seminggu yang lalu. Sepertinya dia kaget.
“Tahu, aku selalu mengikutimu.”
“Ya?”
“Ya, berapa anakmu sekarang?”
“Tiga”
Aku terkejut. Perempuan yang sebenarnya masih kucintai ini sudah punya anak lebih banyak daripada aku.
Cuplikan dialog di atas memperkuat bahwa sebenarnya tokoh “Aku” masih sangat mencintai mantannya. Dia selalu mencari informasi tentang Susmia.

Cerpen yang berjudul “Surat Terakhir” karya M. Shoim Anwar ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia yang memiliki rasa cinta berhak mencintai siapapun asal tidak berlebihan. Terkadang orang yang kita cintai saat ini belum tentu akan menjadi milik kita di masa depan. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin berkurang pula orang-orang yang disayangi/ dicintai.